Demokrasi Pancasila
A. Latar Belakang
Demokrasi telah menjadi
pilihan bagi hampir semua bangsa di dunia, termasuk bangsa Indonesia. Di
antara bangsa-bangsa itu perbedaannya terletak pada tingkat perkembangannya.
Ada bangsa yang sudah sedemikian maju dalam berdemokrasi dan ada yang masih
dalam pertumbuhan. Di samping itu ada perbedaan latar belakang sosial-budaya
yang berpengaruh terhadap corak demokrasi di masing-masing negara. Dalam sistem
pemerintahannya Indonesia menganut sistem demokrasi pancasila. Sistem ini
berpedoman pada pancasila sebagai way of
life bangsa Indonesia. Pancasila
tercantum dalam pembukaan UUD 1945
alinea keempat merupakan suatu
perwujudan jiwa dan kepribadian bangsa serta sebagai perjanjian luhur bangsa
Indonesia pada waktu mendirikan Negara.
Meskipun konsep demokrasi banyak dipandang berasal dari negara-negara Barat/Eropa, akan tetapi sesungguhnya budaya demokrasi sudah lama dipraktikkan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dalam tradisi kehidupan bangsa Indonesia di berbagai daerah dikenal adanya kelompok-kelompok masyarakat yang disebut Kaum. Tiaptiap daerah menggunakan istilah tertentu yang maksudnya hampir sama dengan istilah kaum tersebut. Misalnya, masyarakat Bugis menggunakan istilah Anang dan masyarakat Batak menggunakan istilah Marga. Warga kaum adalah warga merdeka dan masing-masing mempunyai kewajiban untuk saling menghormati dan melindungi kemerdekaan warga yang lain.
Meskipun konsep demokrasi banyak dipandang berasal dari negara-negara Barat/Eropa, akan tetapi sesungguhnya budaya demokrasi sudah lama dipraktikkan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dalam tradisi kehidupan bangsa Indonesia di berbagai daerah dikenal adanya kelompok-kelompok masyarakat yang disebut Kaum. Tiaptiap daerah menggunakan istilah tertentu yang maksudnya hampir sama dengan istilah kaum tersebut. Misalnya, masyarakat Bugis menggunakan istilah Anang dan masyarakat Batak menggunakan istilah Marga. Warga kaum adalah warga merdeka dan masing-masing mempunyai kewajiban untuk saling menghormati dan melindungi kemerdekaan warga yang lain.
B. Sejarah dan Defnisi Demokrasi Pancasila
Demokrasi pancasila
hanya ada di Indonesia karena demokrasi yang ada didasari oleh nilai-nilai
luhur pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. Oleh karena itu, demokrasi
pancasila memiliki kekhasan yang membuatnya berbeda dengan demokrasi lain di
dunia. Pada hakikatnya,
pengertian demokrasi adalah bentuk
atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut.
Istilah
"demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno
pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari
sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Kata
"demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu “demos” yang berarti rakyat, dan “kratos/cratein” yang
berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat,
atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat.
Untuk
memahami Demokrasi Pancasila, harus juga mempelajari sejarah terciptanya pancasila.
Ketika
Perang Pasifik pada tahun 1994, Jepang semakin terdesak dan mulai membayangkan
kekalahannya, Pemerintahan Jepang mengubah haluan politik penjajahannya dengan
menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Akan tetapi, niat baik jepang ini adalah usaha agar rakyat Indonesia
membantu jepang dalan perang pasifik. Keadaan ini menjadi peluang bagi bangsa
Indonesia karena dengan sibuknya Jepang terhadap perang pasifik terjadi kekosongan
kekuasaan di Indonesia yang dijadikan peluang oleh para pendiri Negara untuk
merebut kemerdekaan. Oleh sebab itu para pendiri negara pertama-tama harus
mempunyai gambaran dasar yang jelas tentang negara yang dimaksud dan tempat
warga negara didalamnya. Gagasan dasar itu akan menjadi landasan dan pedoman
bagi kerja sama antara pemerintah sebagai pimpinan negara dan rakyat yang
dipimpinnya. Pemimpin-pemimpin pergerakan dan cendikiawan-cendikiawan nasional
yang duduk dalam BPUPKI telah melihat kelemahan-kelemahan susunan negara-negara
Barat, yang didasarkan atas aliran individualisme dan liberalisme, yang terlalu
menonjolkan hak-hak dan kebebasan-kebebasan individu. Adapula seperti Uni
Soviet yang menganggap negara sebagai suatu alat bagi suatu golongan untuk
menindas golongan lain dan mendapatkan monopoli kekuasaan (Diktator
Proletariat). Dengan demikian para pemimpin bangsa menolak baik individualisme
dan liberalisme maupun komunisme sebagai dasar Indonesia Merdeka. Mereka
beranggapan bahwa dalam mencari dasar dan tujuan negara yang akan didirikan
harus dilihat kenyataan struktur sosial masyarakat Indonesia, agar negara dapat
menjadi kuat dan kukuh serta berkembang sebagai ruang gerak bagi rakyat sesuai
dengan kepribadiannya.
Adapun
struktur sosial masyarakat Indonesia yang asli tak lain ialah hasil
perkembangan kebudayaan Indonesia sepanjang masa. Kebudayaan Indonesia adalah
perkembangan pandangan hidup yang mencita-citakan keselarasan dan keseimbangan
sebagai kunci bagi kebahagiaan manusia. Oleh sebab itu masyarakat Indonesia
asli itu umumnya memiliki suatu kekompakan yang tinggi. Para warga bersatu padu
dan selalu bergotong royong sebagai tanda kesatuan dan persatuan.
Dasar
negara harus berhubungan erat dengan watak dan corak masyarakat Indonesia, akan
tetapi tidak boleh menutup dirinya terhadap unsur-unsur asing yang baik dan
sesuai, melainkan harus bersedia menyerap unsur-unsur dari kebudayaan lain yang
positif dan perlu bagi pembaruan menuju kemajuan asal tidak bertentangan dengan
kepribadian bangsa. Dalam mencari dasar Negara, harus tetap berakar pada
kepribadian dan pandangan hidup bangsa kita sendiri, tetapi hendaknya juga
memperhatikan pengalaman bangsa-bangsa lain dan diilhami ide-ide besar dunia
yang universal sifatnya karena berakar pada kodrat manusia. Masa depan yang
kita bangun dengan mendirikan negara harus sesuai dengan tradisi lama, tetapi
tidak menolak apa yang baik di dunia. Oleh karena itu, dengan perundingan yang
panjang akhirnya para pendiri Negara menetapkan pancasila sebagai dasar Negara
yang membedkan bangsa Indonesia dengan bangsa lainnya.
Dengan
melihat perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang begitu panjang tersebut,
terlihat bahwa demokrasi yang digunakan di Indonesia adalah demokrasi pancasila. Demokrasi Pancasila
adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan
kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius,
berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian
Indonesia dan berkesinambungan.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah
sebagai berikut:
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah
sebagai berikut:
1)
Pemerintahan
berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat)
dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat),
b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum
dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
c. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
2) Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
3) Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
4)
Peradilan yang
merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka,
artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh
Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya,
5) adanya partai
politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan
aspirasi rakyat,
6)
Pelaksanaan
Pemilihan Umum;
7)
Kedaulatan
adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD
1945),
8)
Keseimbangan
antara hak dan kewajiban,
9) Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab
secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun
orang lain,
10) Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
Konsep
demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan Negara dan hukum di
Yunani Kuno dan dipraktekkan dalam kehidupan bernegara antara abad 4 SM- 6 M.
Pada waktu itu, dilihat dari pelaksanaannya, demokrasi yang dipraktekkan
bersifat langsung( direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat
keputusan- keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga
Negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Di Yunani Kuno, demokrasi
hanya berlaku untuk warga Negara yang resmi. Sedangkan penduduk yang terdiri
dari budak, pedagang asing, perempuan dan anak-anak tidak dapat menikmati hak
demokrasi.
Gagasan
demokrasi Yunani Kuno lenyap dalam Dunia Barat ketika bangsa Romawi dikalahkan
oleh suku Eropa Barat dan Benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400).
Walaupun begitu, ada hal penting yang dapat menjadi tonggak baru berkenaan
dengan demokrasi abad pertengahan, yaitu lahirnya Magna Charta. Dari piagam
tersebut, ada dua prinsip dasar: Pertama, kekuasaan Raja harus dibatasi; Kedua,
HAM lebih penting daripada kedaulatan Raja.
Ada
dua peristiwa penting yang mendorong timbulnya kembali “demokrasi” yang sempat
tenggelam pada abad pertengahan, yaitu terjadinya Raissance dan Reformasi.
Raissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya
Yunani Kuno, dasarnya adalah kebebasan berpikir dan nertindak bagi manusia
tanpa boleh ada orang lain yang membatasi dengan ikatan-ikatan. Sedangkan
Reformasi yang terjadi adalah revolusi agama yang terjadi di Eropa Barat abad
16.
Dari
dua peristiwa penting di atas, Eropa kemudian masuk ke dalam Aufklarung (Abad
Pemikiran) dan Rasionalisme yang mendorong mereka untuk memerdekakan pikiran
dari batas-batas yang ditentukan gereja untuk mendasarkan pada pemikiran atau
akal (rasio) yang pada gilirannya kebebasab berpikir ini menimbulkan lahirnya
pikiran tentang kebebasan politik.
Dua
filsuf besar yaitu John Locke (Inggris) dan Montesquieu (Perancis) telah
menyumbangkan gagasan mengenai pemerintahan demokrasi. Menurut John Locke
(1632-1704), hak-hak poitik rakyat mencakup hak hidup, kebebasan dan hak
memiliki (live, liberal, property). Sedangkan Montesquieu (1689-1955) menjamin
hak-hak politik menurut “Trias Politika”, yaitu suatu system pemisahan
kekuasaan dalam Negara ke dalam kekuasaan legislative, eksekutif, dan yudikatif
yang masing-masing harus dipegang organisai sendiri yang merdeka. Akibat
pemikiran tentang hak-hak politik rakyat dan pemisahan kekuasaan, muncullah
kembali ide demokrasi.
Dalam
sejarah Negara Republik Indonesia, perkembangan demokrasi telah mengalami
pasang surut. Masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah
bagaimana meningkatkan kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan social dan
politik yang demokratis dalam masyarakat. Masalah ini berkisar pada penyusunan
suatu system politik dengan kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan
pembangunan ekonomi serta character and nation building dengan partisipasi
rakyat sekaligus menghindarkan timbulnya dictator perorangan, partai atau
militer.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi dalam
4 periode :
1.
Periode 1945-1959 (Masa Demokrasi
Parlementer)
Demokrasi
parlementer menonjolkan peranan parlementer serta partai-partai. Akibatnya,
persatuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh bersama menjadi kendor
dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan.
2.
Periode 1959-1965 (Masa Demokrasi
Terpimpin)
Demokrasi
terpimpin ini telah m,enyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih
menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat. Masa ini ditandai dengan
dominasi presiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan pengaruh
komunis dan peran ABRI sebagai unsure social-politik semakin meluas.
3.
Periode 1966-1998 (Masa
Demokrasi Pancasila Era Orde Baru)
Demokrasi
pancasila merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan system
presidensial. Landasan formal periode ini adalah pancasila, UUD 1945 dan Tap
MPRS/MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945
yang terjadi di masa Demokrasi Terpimpin, dalam perkembangannya, peran presiden
semakin dominant terhadap lembaga-lembaga Negara yang lain. Melihat praktek
demokrasi pada masa ini, nama pancasila hanya digunakan sebagai legitimasi
politik penguasa saat itu sebab kenyataannya yang dilaksanakan tidaka sesuai
dengan nilai-nilai pancasila.
4.
Periode 1999- sekarang (Masa
Demokrasi Pancasila Era Reformasi)
Pada
masa ini, peran partai politik kembali menonjol sehingga demokrasi dapat
berkembang. Pelaksanaan demokrasi setelah Pemilu banyak kebijakan yang tidak
mendasarkan pada kepentingan rakyat, melainkan lebih kea rah pembagian
kekuasaan antara presiden dan partai politik dalam DPR. Dengan kata lain, model
demokrasi era reformasi dewasa ini kurang mendasarkan pada keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia (walfare state).
Indonesia
setidaknya telah melalui empat masa demokrasi dengan berbagai versi. Pertama
adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah demokrasi terpimpin,
ketika Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan mendeklarasikan demokrasi
terpimpin. Ketiga adalah demokrasi Pancasila yang dimulai sejak pemerintahan
Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang saat ini masih dalam masa
transisi. Masing – masing masa demokrasi mempunyai kelebihan dan kekurangan
yang dapat memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Namun, masa
demokrasi pancasila yang memberikan pengaruh terbesar terhadap perkembangan
bangsa Indonesia.
Pada
orde baru yang dibangun oleh Soeharto merupakan koreksi terhadap orde lama yang
melenceng dari Pancasila dan UUD 1945 yang ingin menerapkan ide NASAKOM
(Nasionalis, Agama, dan Komunis) oleh Soekarno. Peristiwa G 30 S PKI akhirnya
membuat Sukarno turun dari kekuasaan presiden dan ide NASAKOM-nya kemudian
tenggelam. Orde lama selanjutnya digantikan oleh orde baru yang bertekad untuk
kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 serta menjalankannya secara murni dan
konsekuen. Tetapi akhirnya orde baru juga tidak sesuai dengan harapan
masyarakat dan bangsa Indonesia, sehingga orde baru harus direformasi karena
Soeharto sebagai presiden yang berkuasa selama orde baru yang berlangsung 30
tahunan menjalankan kekuasaan kepresidenan bersifat sentralistik dan
militeristik. Walaupun masa demokrasi Pancasila pada kepemimpinan Soeharto
kestabilitas keamanan sangat dijaga sehingga terjadi pemasungan kebebasan
berbicara. Namun, tingkat kehidupan ekonomi rakyat relatif baik. Hal ini juga
tidak terlepas dari sistem nilai tukar dan alokasi subsidi BBM sehingga
harga-harga barang dan jasa berada pada titik keterjangkauan masyarakat secara
umum. Namun demikian, penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin
parah menjangkiti pemerintahan. Lembaga pemerintahan yang ada di legislatif,
eksekutif dan yudikatif terkena virus KKN ini. Selain itu, pemasungan kebebasan
berbicara ternyata menjadi bola salju yang semakin membesar yang siap meledak.
Bom waktu ini telah terakumulasi sekian lama dan ledakannya terjadi pada bulan
Mei 1998.
Sejak
reformasi bergulir dan disertai tumbangnya rezim orde baru tahun 1998, mulai
terjadi perubahan politik dan sistem kenegaraan, serta perubahan-perubahan di
bidang lainnya yang sebelumnya tidak terbayangkan dapat terjadi. Antara lain,
terjadinya kenaikan harga barang dan jasa beberapa kali dalam kurun waktu 8
tahun terakhir, instabilitas keamanan dan politik serta KKN bersamaan terjadi
sehingga yang paling terkena dampaknya adalah rakyat kecil yang jumlahnya
mayoritas dan menyebabkan posisi tawar Indonesia sangat lemah di mata
internasional akibat tidak adanya kepemimpinan yang kuat.
Reformasi
tidak mudah untuk dijalankan dan reformasi ternyata juga menimbulkan ekses yang
negatif bagi perkembangan bangsa. Ekses tersebut sampai kepada munculnya
ancaman terhadap persatuan dan kesatuan bangsa yang ditandai dengan memudarnya
etika moral kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dengan adanya konflik sosial
yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi pekerti yang luhur
dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah terhadap
ketentuan hukum dan peraturan, munculnya kecenderungan primordialisme: fanatik
etnik, agama, kedaerahan yang bertentangan dengan paham kebangsaan. Lebih
memprihatinkan lagi di tingkat elit politik saling berebut kekuasaan yang
cenderung demi kepentingan partai dan golongannya.
Kenyataan
yang berkembang di masyarakat adalah cara pandang terhadap wawasan kebangsaan
yang hampir meluntur dan mencapai titik terendah pada diri anak bangsa. Ikatan
nilai-nilai kebangsaan yang pernah terpatri kuat dalam kehidupan bangsa, rasa
cinta tanah air, bela Negara dan semangat patriotismebangsa mulai luntur,
longgar bahkan hampir sirna. Nilai budaya gotong royong, kesediaan untuk saling
menghargai dan saling menghormati perbedaan serta kerelaan berkorban untuk
kepentingan bangsa yang dulu melekat kuat dalam sanubari masyarakat kini
semakin menipis.
Kenyataan-kenyataan
di atas merupakan akibat dari ditinggalkannya penerapan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Masyarakat sepertinya alergi bila
mendengar kata Pancasila sejak terjadinya reformasi. Hal ini terjadi karena ada
pandangan Pancasila pada saat orde baru hanya dimanfaatkan oleh penguasa untuk
kepentingan kelanggengan kekuasaannya. Sehingga pada saat itu nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila diimplementasikan hanya secara normatif dan teoritis
serta belum benar-benar diamalkan dengan baik dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila dalam sistem kenegaraan menjadi multi tafsir dan cenderung
untuk kepentingan penguasa. Oleh karena itu ketika orde baru jatuh, maka Pancasila
juga mulai ditinggalkan. Sejarah implementasi Pancasila memang tidak
menunjukkan garis lurus, bukan dalam pengertian keabsahan substansialnya, tapi
dalam konteks implementasinya. Tantangan terhadap Pancasila sebagai
kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya berasal dari
faktor domestik, tetapi juga internasional. Banyak ideologi-ideologi
mancanegara yang turut bertarung di Indonesia. Kini gelombang demokratisasi,
hak asasi manusia, neo-liberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme
bahkan telah memasuki cara pandang dan cara berpikir masyarakat Indonesia. Hal
demikian bisa meminggirkan Pancasila dan bisa menghadirkan sistem nilai dan
idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa. Dalam suasana
demikian, bisa saja solidaritas global menggeser kesetiaan nasional.
Internasionalisme menggeser nasionalisme. Kini bangsa Indonesia harus kembali
kepada nilai-nilai Pancasila yang sangat istimewa agar tidak terjadi
disintegrasi bangsa. Terbentuknya negara yang dinamakan Indonesia tahun 1945
oleh karena kesadaran dan kesepakatan bangsa untuk mendasarkan diri kepada
Pancasila. Dengan Pancasila, persatuan dan kesatuan bangsa dari Sabang sampai
Meraoke tetap akan utuh dan apa yang dinamakan negara dan bangsa Indonesia akan
tetap ada. Untuk kepentingan hal
tersebut, maka dibutuhkan upaya sungguh-sungguh untuk peningkatan persatuan dan
kesatuan bangsa. Dengan demikian, bangsa ini dapat mengembangkan keharmonisan
dan kemandiriannya demi mencapai kemajuan bangsa, antara lain perlu implementasi
kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
E. Implementasi Demokrasi Pancasila
Pemerintahan demokrasi sudah dikenal
sejak masa Yunani Kuno, kira-kira abad ke empat sebelum Masehi. Yunani pada
waktu itu merupakan sebuah negara kota (polis) yang menyelenggarakan
pemerintahannya melalui musyawarah langsung seluruh warga kota. Setiap
persoalan dan kepentingan umum yang mereka hadapi dibicarakan melalui
musyawarah. Dalam musyawarah tersebut setiap orang yang hadir dapat
mengemukakan pendapat dan aspirasinya. Model demokrasi ini disebut demokrasi
langsung atau demokrasi kuno. Perlu diketahui bahwa pada waktu itu penduduk
Yunani masih sedikit dan wilayahnya
sempit.
Pada
masa kini, negara dengan jumlah rakyatnya yang banyak serta wilayah yang luas,
tidak mungkin menerapkan model demokrasi langsung. Pada masa kini, semua negara
demokrasi di dunia menerapkan demokrasi tidak langsung atau perwakilan.
Caranya, rakyat menyalurkan
aspirasinya atas penyelenggaraan pemerintahan melalui wakil-wakilnya yang duduk di
lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Wakil-wakil rakyat tersebut dipilih secara
langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Praktik demokrasi dapat dilihat sebagai
gaya hidup serta tatanan masyarakat. Dalam pengertian ini, suatu masyarakat
demokratis mempunyai nilai-nilai sebagai berikut.
1. Menyelesaikan
perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
Dalam alam demokrasi, perbedaan
pendapat dan kepentingan dianggap sebagai hal yang wajar. Perselisihan harus
diselesaikan dengan perundingan dan dialog, untuk mencapai kompromi, konsensus,
atau mufakat.
2. Menjamin
terselenggaranya perubahan dalam masyarakat secara damai atau tanpa gejolak. Pemerintah harus dapat
menyesuaikan kebijaksanaannya terhadap perubahan tersebut dan mampu
mengendalikannya.
3. Menyelenggarakan
pergantian kepemimpinan secara teratur.
Dalam masyarakat demokratis,
pergantian kepemimpinan atas dasar keturunan, pengangangkatan diri sendiri, dan
coup d’etat (perebutan kekuasaan) dianggap sebagai cara-cara yang tidak
wajar.
4. Menekan
tindak kekerasan seminimal mungkin.
Golongan minoritas yang biasanya
akan terkena paksaan akan lebih menerimanya apabila diberi kesempatan untuk
ikut merumuskan kebijakan.
5. Mengakui
dan menganggap wajar adanya keanekaragaman.
Untuk itu perlu terciptanya
masyarakat yang terbuka dan kebebasan politik dan tersedianya berbagai
alternatif dalam tindakan politik. Namun demikian, keanekaragaman itu
tetap berada dalam kerangka persatuan bangsa dan negara.
6. Menjamin
tegaknya keadilan.
Dalam masyarakat demokratis,
keadilan merupakan cita-cita bersama, yang menjangkau seluruh anggota
masyarakat.
Pada awalnya, penerapan demokrasi lebih
terfokus pada bidang politik atau sistem pemerintahan. Wujud penerapannya
antara lain dengan penyelenggaraan pemilihan umum, pergantian
pemegang kekuasaan pemerintahan, kebebasan menyatakan pendapat dan lain-lain.
Dalam perkembangannya, konsep demokrasi juga diterapkan dalam berbagai bidang
kehidupan, yakni dalam kehidupan ekonomi, pendidikan, sosial-budaya, dan
bidang- bidang kemasyarakatan lainnya. Dengan demikian,demokrasi tidak hanya
diterapkan dalam kehidupan bernegara,tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa.
Kehidupan yang demokratis adalah kehidupan yang melibatkan partisipasi rakyat
dan ditujukan untuk kepentingan rakyat.
Adapun
Sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung
di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai
berikut:
1) Indonesia
ialah negara yang berdasarkan hukum
(Rechsstaat),
tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti
bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan
tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus
ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara
harus tercermin di dalamnya.
2) Indonesia
menganut sistem konstitusional Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional
(hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak
terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam
melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di
samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok
konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
3) Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi
seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu,
bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara sebagai penjelmaan seluruh
rakyat Indonesia.
4) Hak
DPR di bidang pengawasan meliputi
Hak tanya/bertanya kepada pemerintah,
Hak
interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintan, Hak Mosi
(percaya/tidak percaya) kepada pemerintah,
Hak
Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal, Hak Petisi, yaitu hak mengajukan
usul/saran kepada pemerintah.
5) Menteri
Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada
DPR Presiden
memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri
ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal
tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet
kepresidenan/presidensil.Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada
presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan
kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
6) Kekuasaan
Kepala Negara tidak tak terbatasKepala Negara tidak bertanggung jawab kepada
DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus
memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat
dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR
sejajar dengan presiden.
Dahulu, tradisi masyarakat di Indonesia
sangat dikenal adanya kebiasaan bermusyawarah. Dalam musyawarah,warga kelompok
masyarakat itu membicarakan segala persoalan yang menyangkut kepentingan
bersama, misalnya persoalan kesejahteraan warga, irigasi, keamanan kampung, dan
lain-lain. Tidak jarang keputusan musyawarah itu dilakukan dengan mufakat
bulat, artinya disetujui oleh seluruh warga. Di kalangan masyarakat Jawa,
musyawarah itu biasa dilakukan di Balai Desa. Sementara itu di kalangan
masyarakat Minangkabau dikenal adanya Rumah Gadang, sebagai sarana
musyawarah. Untuk melaksanakan keputusan musyawarah itu biasanya juga
dikerjakan secara bersama-sama, yang dikenal dengan istilah gotong-royong.
Tradisi demokrasi dalam bentuk pengambilan keputusan bersama, bahkan
melaksanakan keputusan secara bersama itu, hingga kini masih berlangsung dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Akan tetapi dalam
kehidupan sehari-hari masih sering kita temui perilaku yang tidak demokratis,
misalnya berupa tindakan sewenang-wenang, tidak menghargai perbedaan, tidak
mematuhi aturan atau kesepakatan yang telah diputuskan.
Di era reformasi ini, demokrasi
pancasila lebih menonjolkan pada kekuatan multi partai dan peran parpol.
Implementasi demokrasi pancasila salah satunya dengan diadakannya Pemilihan
Umum atau yang biasa sebut dengan Pemilu. Pemilu diadakan dengan berdasar pada
kedaulatan rakyat di mana kekuasaan ada di tangan rakyat. Namun, dalam
pelaksanaannya setelah Pemilu, banyak kebijakan tidak berdasar pada kepentingan
rakyat, melainkan lebih ke arah pembagian kekuasaan antara presiden dan partai
politik dalam DPR. Sehingga mendatang model demokrasi pancasila era
reformasi akan lebih baik jika lebih
diarahkan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.